Oleh: Efriza, Dosen Ilmu Politik di Beberapan Kampus dan Owner Penerbitan
Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) merilis kembali hasil pengawasannya terhadap kinerja lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) denganjudul yang benar-benar menyentil kinerja DPR, dengan menyatakan DPR dalam Masa Sidang I TahunSidang 2021-2022 dianggap Masih Jadi “Stempel” Pemerintah.
Miris membaca hasil pengawasan Formappi terhadap kinerja DPR. Periode 2019-2024 ini dapat dikatakan periode memperihatinkan. DPR sekarang dianggap lebih buruk kinerjanya dibandingkan DPR periode sebelumnya. Bahkan bukan saja dianggap kinerjanya buruk semata, tetapi DPR dengan sistem kepartaian multi partai menjadi ironi tatkala malah menja distempel pemerintah.
Di tengah situasi Pandemi Covid-19 yang masih belum usai, wakil rakyat dari beragam partai politik ini malah asyik‘’ dengan menunjukkan sebagai partai-partai politik pendukung pemerintah yang loyal dan solid.
Suara-suara sumbang di luar dari yang menyatakan dirinya sebagai partai-partai oposisi jika disimak dengan jelas, juga bukanlah menunjukkan sebagai lakono posisi. Tetapi lakon-lakon partai-partai yang “julid,” karena tidak diajak masuk dalam lingkaran pemerintahan.
Permasalahan kinerja DPR yang semakin anjlok, juga menunjukkan banyak hal yang menjadi permasalahan, seperti: hasil kinerja dari partai-partai politik yang meski beragam tetapi ternya tatak bisa merepresentasikan suara rakyat di Gedung Senayan. Partai-partai yang menganggap dirinya sebagai oposisi, juga ternya tatak bisa memerankan perilaku sebagai oposisi, dan yang terakhir bahwa kinerja DPR era Reformasi masih saja dikangkangi oleh pemerintah sehingga menjadi stempe lpemerintah.
KinerjaBuruk DPR
Kinerja Legislasi DPR Masa Sidang I Tahun Sidang 2021-2022 ternyata rapor merah masih menjadi persoalan klasik. DPR selalu bersemangat mengajukan RUU Prioritas dengan lebih banyak, hanya saja hasilnya selalu tak tercapai, seperti Masa Sidang I ini hanya 1 RUU Prioritas yang berhasil ditetapkanya itu RUU Harmonisasi Peraturan Pajak, padahal dalam Pidato Pembukaan Masa Sidang I Ketua DPR menyodorkan 7 RUU Prioritas untuk dibahas, (rilis Formappi, 28 Oktober 2021).
Buruknya kinerja legislasi selalu disebabkan oleh perencanaan legislasi yang selalu amburadul, sorotan ini selalu dihadirkan tetap itak pernah diperbaiki. Ini ditunjukkan pada sikap sekonyong-konyong dariDPR yang memasukan tambahan 4 RUU Prioritasdalam Daftar RUU Prioritas 2021, padahal Masa Sidang hanya tinggal satu kali lagi, dan ini adalah unjuk kritikdari Formappi kepada DPR.
DPR saat ini dengan penguasaan 80 persen koalisi pendukung pemerintah, malah menunjukkan kinerja DPR semakin meredup di tengah harapan besar dari masyarakat. DPR terkesan hanya menunggu dan merespons kebutuhan Pemerintah saja, sehingga RUU Usulan Pemerintah selalu diprioritas, sedangkan RUU Usulan DPR tidak ada satupun yang selesaidibahas. Di sisilain, lembaga DPR hanya sebagai stempel pemerintah ini ditunjukkan dengan diabaikannya partisipasipublik, ini ditunjukkan dengan pembahasan kilat RUU Harmonisasi PeraturanPajak.
- Baca Juga : Lagi, Wacana Calon Presiden-Wakil Presiden Perseorangan
- Baca Juga : Usulan Sanksi Partai Jika Kepala Daerah Korupsi
Saking kuatnya koalisi pendukung pemerintah, juga menyebabkan adanya tirani mayoritas. Ini ditunjukkan dengan adanya pengabaian suara-suara oposisi yang terjadi di Gedung Senayan. Saat ini memang hanya tersisa dua partai politik yakni Partai Demokrat dan PKS yang tidak diajakd alam koalisi pendukung pemerintah. Akibatnya, rasa minder, takpercayadiri, sedang menghinggapi anggota-anggota partaid ari oposisi, seperti PKS hanya mengandalkan interupsi di rapatparipurna semata, sebagai bagian cari panggung doang, sebab tak ada substansi yang jelas makna interupsinya tersebut.
Wajar akhirnya, interupsi dari komunikasi politik cari panggung semata diabaikan oleh Ketua DPR yang nota bene adalah dari partai politiknya pemerintah, seperti terjadi dalam rapat paripurna untuk mengesahkan Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI).Namun, tindakan pengabaian ini juga membuktikan kian jelasnya DPR sebagai stempel pemerintah, DPR hanya sebagai lembaga pendukung pemerintah tak lagi terdengar DPR melakukan fungsi pengawasan terhadap pemerintah.
Kinerja DPR Tanggung Jawab Partai
Lembaga DPR dan Partai Politik tak juga berubah dalam memperoleh tingkat kepercayaan publik dibandingkan beberapa lembaga di Indonesia. Hasilnya DPR dan Partai Politik selalu menempati posisi buncit dibandingkan misal dengan TNI dan Presiden. Hasil Survei Lembaga Survei Indikator pada hasil rilis survei September 2021 menunjukkan bahwa dari sembilan lembaga di Indonesia, DPR menempati kedua dari bawah dan Partai Politik menempati posisi buncit (Detik.com, 26 September 2021).
Buruknya kinerja DPR ternyata semakin diperburuk dengan perilaku dan/atau komunikasi dari anggota DPR, seperti terekam dengan jelas di berita-berita yang dapat ditelusuri oleh publikb ahwa anggota-anggota DPR mengharapkan mereka sebagai wakil rakyat lebih diutamakan dibandingkan dengan masyarakat yang diwakilinya, sepert ipermintaan nomor mobilkhusus, vaksinkhusus, rumah sakitkhusus, tempat isoman khusus. Ini menunjukkan bahwausia 76 tahun DPR malah tidak sesuais logannya “DPR RI Hebat Bersama Rakyat,” malah terkesan “DPR RI Stempelnya Pemerintah.”
Buruknya kinerja DPR ini, tentu saja bermuara kepada partai politik. Persoalan terbesar yang sedang kita hadapi adalah partai politik semakin menjauh darirakyat. Partai politik hanya memikirkan persoalan kekuasaan semata, sehingga mengabaikan dan juga tidak mempedulikan kinerja DPR yang buruk.
Persoalan kinerja DPR yang buruk juga diawali dari buruknya rekrut menpolitik dari partai politik dalam mempersiapkan calon-calon anggota DPR terpilih. Partai-partai politik saat ini semakin pragmatis, juga tampak dari besarnya koalisi pendukung pemerintah. Pilihan sebagai pendukung pemerintah juga tak bisa disalahkan, hanya saja tetap semestinya partai-partai politik di DPR punya semangat yang sama untuk turut juga memprioritaskan RUU Usulan DPR.
Jika dibiarkan terus menerus sepertiini, malah mengesankan bukan saja DPR sekedar “tukang stempel” pemerintah, tetapi juga terkesan kita masih menganut rumusan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum aman demen pada Pasal 5ayat (1) yang menunjukkan bahwa “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR.” Padahal era Reformasi ini telah menempatkan DPR sebagai lembaga yang menjalankan fungsi legislatif dengan memonopoli fungsi legislatif berada di tangan DPR, tercermin dalam Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 aman demen pertama yang berbunyi: “ DPR memengang kekuasaan membentuk undang-undang.”
Jika hal ini terjadi terus menerus dan dibiarkan, sangat disayangkan, setelah kita berhasil melakukan Aman demen UUD 1945 dan wajah parlemen semakin beragam dengan banyak partaipolitik, tetapi tetap kinerja DPR memble dan hanya bersemangat sebagai pendukung pemerintah dan terkait RUU Usulan Pemerintah. Jika begitu kesimpulannya, apabedanya DPR era Reformasi dengan DPR OrdeBaru, karena tetap toh sebagai stempel pemerintah!