Keputusan Tidak Konsisten Pemerintah Menyikapi Nataru dan Covid-19

Oleh : Efriza, Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan

Jakarta – PEMERINTAH telah menetapkan menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) akan melakukan langkah antisipasi kemungkinan gelombang ketiga Covid-19. Langkah antisipasi ini telah direncanakan oleh Pemerintah dengan menjadi konsumsi publik adalah sejak pertengahan bulan November, bulan lalu. Upaya langkah antisipasi ini adalah dengan mengeluarkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 yang direncanakan diterapkan di seluruh Indonesia.

Kebijakan PPKM Level 3 yang direncanakan dilakukan pada periode Nataru ini ternyata dibatalkan. Kebijakan ini tentu saja mendapatkan sorotan dari berbagai kalangan seperti dari politisi hingga dari masyarakat. Kebijakan ini akhirnya dianggap bahwa pemerintah tidak melakukan kajian terlebih dahulu dalam proses pembuatan kebijakan tersebut.

Meski kebijakan ini telah dibatalkan, tetapi efek dari kebijakan yang plin-plan ini tetap dirasakan oleh masyarakat utamanya dunia pendidikan. Kebijakan pembelajaran dan/atau pembagian hasil prestasi peserta didik menjadi tidak konsisten, dampaknya terhadap kalender pendidikan yang telah ditetapkan menjadi karut-marut.

Pemerintah Tak Percaya DiriKetika Pemerintah melakukan wacana Penerapan PPKM Level 3 pada masa Nataru, ungkapan kekecewaan sekaligus penolakan disampaikan oleh para pengusaha menyoroti kebijakan pemerintah. Mereka berharap pemerintah tidak sampai menerapkan PPKM level tiga lagi, karena akan menganggu pendapatan ekonomi.

Semestinya, libur Nataru adalah kesempatan memperoleh kembali pendapatan yang telah mengalami kemunduran disebabkan oleh Pandemi Covid-19 yang telah berlarut-larut sejak 2020 lalu.Awal mulanya, Pemerintah terlihat begitu semangat bertahan dengan keputusan itu. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan dengan tegas dan mengarahkan para menteri untuk menjelaskan kepada masyarakat dari landasan keputusan menerapkan PPKM Level 3 di seluruh Indonesia saat libur Nataru.

Dengan semangat, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa penerapan ini disebabkan oleh berdasarkan perkembangan kenaikan kasus Covid-19 yang terjadi di Eropa. Kementerian Pendidikan pun setali tiga uang, awalnya begitu semangat. Tetapi, pasca pemerintah mengumumkan pembatalan PPKM Level 3 di seluruh Indonesia saat libur Nataru ini, malah membuat kisruh, keputusan yang amat plin-plan, bahkan malah “membagongkan” bahasa anak muda sekarang ini.

Baja Juga : MUKTI ALI LUNCURKAN BANGKITKOMUNIKA.ID

Baca Juga : DPR “Stempel” Pemerintah

Awalnya, ditiadakan libur pada periode Nataru pada tanggal 24 Desember hingga 2 Januari 2022. Saat aturan ini disampaikan, kisruh terjadi, berbagai instansi sekolah mengalami kebingungan mengatur kalender akademiknya kembali. Penyelenggaraan Sekolah yang sudah habis materi pelajarannya di semester ini, kemudian harus memaksakan diri untuk membuat aturan pembelajaran disebabkan ditiadakannya libur.

Namun, ketika aturan ini berubah dan/atau dicabut, keputusan ini malah diserahkan kepada Pemerintah Daerah masing-masing. Apakah persoalan ini sudah dapat dianggap selesai? Nyatanya, malah yang terjadi ketidakselarasan antar instansi pemerintah, seperti ada sekolah yang memang melarat keputusannya, tetapi ada juga lembaga pendidikan yang kadung malu akhirnya tetap menjalankan keputusan untuk periode 24 Desember hingga 31 Desember tidak ada libur. Namun, ada juga yang akhirnya, malah menjalankan kebijakan home visit untuk mensiasati agar pembelajaran tetap berjalan, padahal di waktu yang sama materi pembelajaran sudah selesai, home visit ini bentuk kebijakan “sekolah dalam periode santai”, bahasa kerennya adalah belajar sambil silaturahim.

Tentu saja, kebijakan pemerintah di awal adalah bentuk kurangnya kajian dari pemerintah. Langkah antisipasi adalah bentuk kekhawatiran pemerintah akan gelombang ketiga covid-19. Tetapi bukannya malah bertahan dengan keputusannya, pemerintah malah mencabut keputusannya. Di sisi ini, tentu akan menggiatkan roda perekonomian, tetapi di sisi lain ketidakkonsistenan pemerintah terjadi. Apalagi nyatanya, di tengah pencabutan PPKM Level 3 periode nataru.

PPKM Level 3 yang direncanakan diterapkan di seluruh Indonesia, untuk mengantisipasi libur panjang pada 24 Desember hingga 2 Januari, ternyata saat kebijakan itu dicabut, kasus Covid-19 yang terjadi di Eropa akibat varian baru Omicron, malah baru-baru ini telah ditemukan dan masuk di Indonesia. Wajar akhirnya, politisi ada juga yang mewacanakan kembali menerapkan kebijakan di awal PPKM Level 3 di seluruh Indonesia dalam periode Nataru.

Pemerintah Harus Melakukan Antisipasi Gelombang Ketiga Covid-19Keputusan pemerintah yang plin-plan itu pada dasarnya makin menunjukkan pemerintah kebingungan dalam menyikapi keadaan ekonomi dan mengambil keputusan yang tepat. Ketika Pemerintah ditekan, pemerintah tidak bisa menunjukkan argumentasinya, disebabkan angka covid-19 di Indonesia cenderung menurun. Namun, ketika pemerintah sedang menunjukkan mendapatkan apresiasi dunia Internasional karena Indonesia dianggap berhasil bahwa seluruh Indonesia berada dalam level 1.

Ketika sedang asyik mensosialisasikan keberhasilan pemerintah menurunkan angka covid-19 hingga level 1 dan diakui dunia internasional, disertai semangat agar masyarakat tidak perlu khawatir untuk berlibur dalam periode Nataru. Namun ternyata, alarm peringatan akan varian baru Covid-19 yang telah disenyapkan ini, Omicron yang telah menyebar di hampir sekitar 80 negara di dunia, malah masuk ke Indonesia.Ini menunjukkan pemerintah akan semakin dilematis. Mengingatkan bahaya Omicron telah masuk di Indonesia sambil tetap mensosialisasikan libur nataru tentunya akan lebih banyak masyarakat yang mengabaikannya.

Baca Juga : Lagi, Wacana Calon Presiden-Wakil Presiden Perseorangan

Baca Juga : Usulan Sanksi Partai Jika Kepala Daerah Korupsi

Tetapi menahan masyarakat untuk berlibur, bukan saja akan memperparah kondisi ekonomi, tetapi juga akan menimbulkan gejolak di masyarakat yang sudah boring berada di rumah saja. Menyikapi dengan membuat keputusan baru, setelah pencabutan kebijakan PPKM Level 3 di seluruh Indonesia, akan menimbulkan ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah, karena pemerintah dianggap semakin tidak jelas dalam membuat keputusan.

Meski begitu, tidak hati-hati dalam menyikapi kasus Omicron, dapat memicu gelombang ketiga covid-19 di Indonesia pasca Nataru. Namun juga tak bisa dimungkiri, asumsi publik, terhadap Covid-19 di tengah liburan, telah menghasilkan persepsi kepada pemerintah bahwa Pemerintah memang tidak pernah serius mengatasi Covid-19, naik dan turunnya Covid-19 itu tergantung dari maunya pemerintah.

Menghadapi situasi ini, pengumuman pemerintah atas kasus covid-19 varian baru Omicron yang telah masuk di Indonesia pasti disikapi beragam di masyarakat. Ada yang mengasumsikan, “biarkan saja, kita tetap liburan, biar pemerintah setelah liburan ada kerjaan. Makanya, jauh-jauh hari sudah diumumkan varian baru covid-19, dan pasca liburan akan terjadi kenaikan drastis di Indonesia.” Benak pikir ini tentu saja, tak bisa disalahkan, karena kebijakan plin-plan pemerintah menyikapi varian baru Omicron yang telah menjangkiti 80 negara di dunia dengan turut menyikapi penurunan ekonomi yang menggerus para pengusaha di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk menyikapi kebijakan kasus Omicron, testing dan tracing sekaligus metode pengujian sampel perlu dilakukan dengan masif.

Menyikapi kasus ini memang larangan berpergian ke luar negeri sudah dipilih oleh pemerintah untuk dikomunikasikan kepada masyarakat, dan ini juga memang masuk akal meskipun mutasi varian covid-19 masih dapat berlangsung di tingkat transmisi lokal. Pemerintah Daerah juga sudah semestinya tidak mengendorkan pengawasan dengan mengikuti arahan pemerintah pusat dengan melakukan kegiatan tanggap darurat agar mencegah terjadinya transmisi lokal varian Omicron ini.

Pandemi Covid-19 ini memang bisa diminimalisir penyebarannya jika adanya perilaku dari masyarakat yang tidak mengabaikan intervensi penularan di komunitas masyarakat. Disamping, perlunya terus memacu kesadaran masyarakat untuk melakukan vaksin sebagai upaya terpenting dalam penanganan pandemi Covid-19, sasaran dari program vaksinasi ini semestinya dapat mencakup angka 70 persen, jika perlu memang sebagian besar masyarakat di Indonesia di vaksinasi, sebab vaksinasi adalah empat pilar dari kebijakan penyelesaian pandemi covid-19 di Indonesia dengan melalui tiga pilar lainnya deteksi, upaya terapeutik dan edukasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *